BANYAK KOTA MASIH REAKTIF TANGANI PERMUKIMAN KUMUH

Masih banyak kota-kota di Indonesia masih bersikap reaktif menghadapi laju urbanisasi yang banyak melahirkan kawasan kumuh (slum area) dan hunian liar (squatter). Karena itu selain memiliki perencanaan kota yang berbasis tata ruang, setiap kota hendaknya memiliki strategi pengembangan permukiman yang penyusunanya harus melibatkan masyarakat. Ini bertujuan agar kebutuhan rumah yang layak untuk warganya dapat diketahui, baik dari kelompok kurang mampu (MBR) maupun kelompok menengah ke atas.

Demikian diungkakan Direktur Jenderal Cipta Karya Departemen Pekerjaan Umum Budi Yuwono dalam Dialog Interkatif yang disiarkan live oleh stasiun televise Kota Palembang (PAL TV), Minggu (4/10). Dialog yang mengupas tema Perencanaan Kota yang Disiplin dan Interaktif juga menghadirkan narasumber lainnya yaitu Walikota Palembang Eddy Santana Putra.

Wacana yang menyebutkan target Indonesia terbebas dari kawasan kumuh pada tahun 2025 dibenarkan oleh Budi Yuwono. Namun menurutnya itu hanya target nasional sebagai pendorong perkotaan di Indonesia. “Target pembebasan kumuh disesuaikan dengan kondisi masing-masing kota, seperti yang dicanangkan Kota Pekalongan yang pada tahun 2010 terbebas dari kumuh,” ungkap Budi.

Budi Yuwono juga menyebut Pemerintah Kota Solo yang secara humanis dapat mengajak masyarakatnya untuk pindah dari slums area di pinggiran Bengawan Solo ke Rumah Susun Sederhana Sewa (Rusunawa) tanpa protes sedikitpun. Maka tidak heran jika Kota Palembang, Pekalongan,Solo, bersama enam kota lainnya (Yogyakarta, Surabaya, Balikpapan, Bontang, Tarakan, dan Blitar) didaulat sebagai contoh kota terbaik dalam hal penanganan kekumuhan.

Eddy SP mengungkapkan pemerintahnya sudah memfasilitasi kebutuhan rumah untuk MBR, dengan penghasilan kurang dasrii Rp. 2,5 juta per bulan dengan membangun Rusunawa seperti di Seberang Ilir dan Kasnariansyah. Sedangkan untuk di beberapa titik kawasan kumuh lainnya seperti di seberang Ulu I, Kertapati, sebagian Seberang Ilir, Pemkot Palembang bekerjasama dengan swasta membangun Rumah Sederhana Sehat (RSH).

“Yang dibangun paling banyak adalah RSH Type 36 yang nilainya sekitar Rp. 54 juta. Di Seberang Ulu sudah dilakukan sampai dengan Rp 34 juta dengan cicilan Rp 12 ribu sampai Rp 15 ribu per hari,” kata Eddy seraya menyebut impiannya untuuk membeaskan Sungai Musi dari permukiman kumuh.

Sementara pada kesempatan lain, Walikota Pekalongan Mohammad Basyir Ahmad menerangkan target pengurangan kawasan kumuh pada 2010 saat ini sudah mencapai 75%. Dari luasan kawasan kumuh saat ini sudah tertangani 150 ha dari 263 ha, sedankan dari penanganan rumah telah selesai 6500 rumah dari 7200 rumah kumuh.

“Strateginya harus mengajak masyarakat miskin, membentuk dan memberdayakan kelembagaan seperti Badan Keswadyaan Masyarakat (BKM), PKK, Lembaga Musyawarah Desa (LMD), dan Karang Taruna. Selanjutnya membantu mereka dengan pembinaan dan dana yang dipatok maksimum 30% dari APBD, kecuali untuk rumah para jompo. (bcr/gt/sekarsari)