post-image

Gunungkidul Dalam Lingkar Bencana

Yogyakarta (09/04), setelah mengawali kegiatan pendampingan di Kabupaten Kulon Progo pada Senin (08/04), tim kemudian meluncur ke timur, yaitu Kabupaten Gunungkidul. Hal ini tidak lepas dari hasil survey tim, yang menyimpulkan bahwa Kabupaten Gunungkidul, terutama Kecamatan Semanu memiliki permasalahan yang cukup rumit dan unik terkait infrastruktur permukiman.

Bertempat di Kantor Kecamatan Semanu, sebanyak 25 peserta yang terdiri dari perwakilan perangkat desa Kecamatan Semanu, perwakilan LPMD dan LPMP, Tim Pelaksana Kegiatan (TPK) Kecamatan Semanu, dan masyarakat peduli pembangunan Kecamatan Semanu hadir pada acara ini.

Seperti yang telah diketahui, Gunungkidul merupakan salah satu Kabupaten terluas di DIY dengan luas daerah lebih dari 40% dari seluruh luas DIY. Meskipun demikian, jumlah penduduk yang tersebar belum merata. Hal ini dikarenakan berbagai faktor, salah satu diantaranya adalah keunikan wilayahnya yang terdiri dari pegunungan, perbukitan, sungai, pesisir, dan faktor resiko bencana alam yang cukup tinggi.

“Sebenarnya semua daerah di DIY adalah daerah yang ‘akrab’ bencana. Sleman dengan ancaman Gunung Merapi, Kulon Progo dengan ancaman tanah longsor, Bantul dengan ancaman tsunami, dan Gunungkidul dengan ancaman banjir dan longsor.” Buka Rifky Surya Pratama, ST., M.Eng., ‘dokter’ dari INTAKINDO DIY.

Seperti yang terjadi pada penghujung tahun 2017 yang lalu, fenomena tanah ambles yang kemudian berubah menjadi danau yang menghilang dalam sekejap di Desa Pacarejo, Semanu, Gununugkidul, sempat viral dan membuat geger masyarakat nasional, bahkan hingga ke mancanegara.

 “Banyaknya luweng, goa, dan sungai bawah tanah di Kabupaten Gunungkidul menyebabkan resiko terjadinya bencana banjir dan tanah ambles semakin tinggi.” Jelas Deppy Dwi Prasetio, ST. “Hal ini sebenarnya bisa ditanggulangi dengan beberapa cara seperti pembangunan bendungan, kolan penampungan, bangunan pengurang kemiringan, tampungan banjir sementara, dan sebagainya. Tinggal bagaimana kesadaran masyarakat”, lanjutnya.

Kecamatan Semanu sendiri memang merupakan daerah yang rawan banjir dan longsor. Seperti yang telah terjadi tahun 2017-2018. Hal ini sebenarnya sudah diprediksi sejak 2014 yang lalu oleh salah satu penelitian Fakultas Teknik Geologi UGM dan penelitian lain pada 2005.

Hal ini memang cukup unik, mengingat Gunungkidul merupakan daerah pegunungan sehingga banyak masyarakat bertanya-tanya ketika Gunungkidul mengalami banjir.

Selain berbagai permasalahan terkait bencana alam, berbagai permasalahan terkait rumah tidak layak huni (RTLH) juga muncul kepermukaan. Seperti diketahui, pemerintah telah memperbarui kriteria untuk RTLH atau secara garis besarnya pemerintah telah menaikkan standar untuk Rumah Layak Huni. Hal ini tentunya menyebabkan semakin banyaknya jumlah RTLH di Indonesia, tak terkecuali di Gununugkidul.

Hal ini telah diatur dalam peraturan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat No. 22/ Permen/M/2008. Sedangkan untuk persyaratan konstruksi untuk Rumah Layak Huni yang Lebih Aman, telah dilakukan penelitian antara Universitas di Yogyakarta dan Pemerintah Jepang serta Kementerian PUPERA pada 2004 yang menghasilkan standar konstruksi untuk Rumah Layak Huni. (dv)